Aku menatap sekeliling, segerombolan orang tengah berkumpul menatap layar kaca yang tergantung di sudut ruangan restoran. Sangking asiknya menonton, ada yang sampai jongkok-jongkok, lompat-lompat, tegang menunggu tim dukungannya mencetak gol. Ada yang berteriak mengeluh ketika
Gue panik, panik banget, ketika lampu flash menyala sewaktu gua mengambil foto iseng itu. Satu yang langsung muncul di pikiran gua waktu itu, takut dia bangun. Gue diam di tempat selama lika menit, mendengar dengkurannya lagi,gua lega. Mau balik ke tempat asal,
Pikiranmu terlempar kembali
disaat yang sama tanganmu bekerja menuliskan kata demi kata di secarik kertas
yang membentuk kalimat demi kalimat yang menggambarkan persis seperti apa
orangnya.
“Kita butuh waktu, kita butuh jeda.” Kata dia sambil
menunduk, dengan mata mengilatkan rasa takut, malu atau enggan melepasm pergi.
Tidak tahu, hanya Tuhan dan dia yang tahu.
“Mari masuk.” membukakan pintu untuk teman yang kedua
tangannya penuh karena membawa plastik berisi botol-botol berisi minuman keras
dan beberapa bungkus rokok.
Mereka berdua baru pulang dari
pemakaman bapak kos mereka, bukan, bukan hanya sekedar bapak kos, tapi figur
ayah bagi mereka berdua selama 16 tahun ini. Dan ini sudah larut malam, namun
keduanya masih larut dalam duka dan kesedihan.